MENGENAL DUNIA PESANTREN
Sejarah munculnya pesantren oleh beberapa ahli dikatakan dimulai seiring dengan datangnya Islam ke Indonesia, tepatnya di daerah Aceh, sementara pendapat lain menyebutkan bahwa pesantren muncul pertama kali di Jawa dibawa oleh syeikh Maulana Malik Ibrahim , tepatnya di desa Gapura, Gresik, Jawa Timur. Dan tokoh yang paling dianggap berhasil mengembangkan dan mendidik generasi ulama pasa saat itu adalah Sunan Ampel yang mendirikan pesantren di Kembang Kuning, Surabaya.
Hingga saat ini pendidikan pesantren telah mengalami perubahan dan dinamika yang sangat cepat seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman, sehingga corak dan warnanya juga beraneka-ragam antara satu dengan yang lain.
Konon, nama pesantren berkaitan dengan istilah shastri dari bahasa India yang berarti orang-orang yang memahami kitab-kitab suci agama Hindu, atau pakar kitab suci Hindu (Arifin, 1992:3, lihat pula Geert, 1960:78).
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang dilaksanakan dengan sistem asrama (pondok) dengan kiai sebagai figur utama dan masjid sebagai pusat aktivitasnya. Seperti yang dikatakan oleh Raharjo (1985), bahwa pesantren sejak awal pertumbuhannya memiliki bentuk yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain, sehingga tidak ada standarisasi yang berlaku bagi semua pesantren. Namun begitu, dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya pesantren memiliki pola umum atau elemen umum yang menjadi ciri khasnya misalnya adanya: kiai, masjid, santri dan tempat tinggal santri (asrama), serta pengajian kitab kuning.
Disamping itu ada beberapa karakteristik pesantren yang secara umum meliputi: a). tidak ada batas umur bagi seseorang untuk nyantri (belajar di pesantren), b). tidak ada batas waktu dalam pendidikan (life long education), c). tidak ada ikatan (bebas) untuk memilih pengajian kitab sesuai yang diinginkan. Disamping itu secara umum ada pola yang sama dalam sebuah pesantren, yaitu, dari segi fisik yang terdiri dari empat komponen pokok yang selalu ada dalam setiap pesantren, misalnya: 1. kiai sebagai pimpinan, pendidik dan tokoh panutan, 2. santri sebagai peserta didik atau siswa, 3. masjid sebagai tempat berjama’ah shalat dan kegiatan belajar-mengajar, 4. pondok sebagai tempat tinggal santri. Sedangkan dari segi non-fisik, yaitu pengajian yang disampaikan dengan berbagai metode yang secara umum memiliki keragaman, meski tidak mendasar sifatnya.
Pada awalnya pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang diselenggarakan dengan cara non-klasikal, dimana seorang kiai mengajar para santrinya berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dengan bahasa Arab tanpa harakat —yang sering disebut dengan kitab gundul– oleh para ulama’ abad pertengahan (antara abad 12-16) yang menggunakan tempat di rumah kiai, masjid, atau teras asrama. Pesantren demikian ini sering disebut dengan pesantren salaf, tradisional. Sebutan pesantren tradisional terkait dengan sistem pembelajaran dan kurikulum. Pesantren disebut salaf, tradisional biasanya dikaitkan dengan antara lain: metode pembelajarannya yang khas pesantren murni, kurikulumnya yang tidak mengadopsi kurikulum sekolah, dan aturan lain yang terkait dengan ketertutupan terhadap modernisasi, misalnya: santri dilarang membaca koran, majalah, memutar radio/tape, melihat Televisi dst. Sementara pesantren modern dikaitakan dengan keterbukaannya dengan sistem pendidikan dan manajemen sekolah yang modern.